Assalamu’alaykum

pic google
pic google

Setiap muslim yang beriman yang melakukan hal-hal atau ibadah terhadap Allah Subhanahu Wata’ala pastilah selalu dan berharap agar amal ibdahanya tersebut diterima oleh Allah Subhanahu Wata’ala, apakah kawan-kawan pernah emrasa khawatir akan tidak diterimanya alam ibadah kita ? tenang saja karena kekhawatiran itu tentu beralasan dan salah satu tanda keimanan kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala karena kita akan kembali kepada Allah Subhanahu’Wata’ala yang telah menciptakan kita. Monggo disimak artikel di bawah ini :

pic google
pic google

Oleh
Ustadz Rizal Yuliar, Lc

Manakala beramal dengan berbagai jenisnya, seorang Muslim sangat berharap agar seluruh amalannya diterima oleh Allâh Azza wa Jalla . Hal ini didorong oleh kesadarannya untuk menjadikan seluruh hidupnya di dunia ini sebagai kesempatan memperbanyak kebaikan di sisi Allâh Azza wa Jalla.

Namun perlu diketahui, sesungguhnya limpahan pahala yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala janjikan hanyalah akan didapatkan bagi orang yang melakukan amalan dengan ikhlas dan berharap pahala dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya setiap amalan memiliki motivasi dan tujuan. Sebuah amalan tidaklah terhitung sebagai ketaatan kecuali jika didasari dengan keimanan, yakni bukan hanya terdorong oleh sekedar rutinitas (kebiasaan), hawa nafsu, atau mencari pujian semata. Motivasinya harus iman dan tujuannya adalah menggapai ridha dan pahala dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Karenanya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyandingkan keimanan dan harapan pahala dalam banyak hadits…..”.[1]

SEBUAH KEKHAWATIRAN YANG BERALASAN

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut. (Mereka menyadari bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka [al-Mukminûn/23:60]

Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat di atas, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bertanya, “Apakah mereka adalah orang-orang yang minum khamer dan mencuri?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak wahai puteri Abu Bakar ash-Shiddîq. Mereka itu adalah yang melakukan ibadah shaum, shalat, dan bersedekah, namun mereka takut jika amalan mereka tidak diterima oleh Allâh Azza wa Jalla . Mereka itu adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam segala kebaikan dan mereka selalu menjadi yang terdepan”.[2]

Ketakutan mereka bukanlah terhadap janji Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang akan melimpahkan balasan pahala atas kebaikan amal ibadah mereka, tapi rasa kekhawatiran jika Allâh Azza wa Jalla tidak menerima amal ibadah mereka manakala mereka melalaikan syarat-syarat yang harus mereka penuhi agar menjadi amal yang shalih. Mereka mengkhawatirkan gugurnya pahala amal mereka. Dan hal ini merupakan bagian dari kesempurnaan iman yang mereka miliki. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

Maka tidaklah merasa aman dari ancaman adzab Allâh melainkan orang-orang yang merugi [al-A`râf/7:99]

PENGGUGUR AMALAN, PENGHAPUS PAHALA

Penggugur pahala amalan yang dimaksud dalam pembahasan tema ini berlandaskan pandangan Ahlus Sunnah wal Jama`ah. Bahwa penggugur hakiki yang dapat menghapus seluruh bagian iman dan amalan adalah yang disebabkan oleh kekafiran, kesyirikan, kemurtadan dan kemunafikan. Adapun penggugur yang dapat membatalkan sebagian amalan oleh sebab kemaksiatan, atau berkurangnya balasan pahala, atau tertundanya manfaat baik sebuah amalan pada waktu yang dibutuhkan adalah penggugur yang bersifat relatif dan tidak sampai berakibat mengugurkan dasar keimanan.[3]

Berikut ini adalah penggugur-penggugur amalan, di antaranya:

1. Syirik Dan Riddah (Kemurtadan).

Keduanya jelas menjadi penghalang diterimanya sebuah amalan di hadapan Allah Azza wa Jalla , sebaik dan seindah apapun amalan itu, karena Allah Azza wa Jalla membenci syirik dan kemurtadan serta tidak menerima segala jenis kebaikan apapun dari mereka manakala mereka mati dalam kondisi demikian.
Tentang syirik, Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada engkau -wahai Muhammad – dan kepada (nabi-nabi) yang sebelum engkau: “Jika kamu berbuat syirik (kepada Allah ), niscaya akan gugur terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi [az-Zumar/39:65][4]

Dan tentang bahaya kemurtadan, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang gugur sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya [al-Baqarah/2:217] [5]

2. Riya’

Yaitu seseorang beramal dan memperlihatkan amalannya kepada manusia, mengharapkan suatu kebaikan duniawi bagi dirinya ketika mereka melihatnya. Riya’ tergolong syirik kecil yang memiliki beragam jenis dan bentuknya. Banyak sekali hadits yang menyatakan kekhawatiran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap riya’ yang akan dialami oleh umatnya.

Ma`qil bin Yasâr menuturkan sebuah kisah, “Aku pernah bersama Abu Bakar ash-Shidiq Radhiyallahu anhu pergi menuju Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Wahai Abu Bakar, pada kalian ada syirik yang lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut”. Abu Bakar bertanya, “Bukankah syirik adalah seseorang telah menjadikan selain Allâh sebagai sekutu bagi-Nya?”… Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi Allâh, Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya Subhanahu wa Ta’ala, syirik (kecil) lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut. Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu (doa) yang jika engkau mengucapkannya, maka akan lenyaplah (syirik tersembunyi itu) baik sedikit maupun banyak? Ucapkanlah:

الَلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ

(Ya Allâh, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari perbuatan kesyirikan terhadap-Mu dalam keadaan aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apapun yang aku tidak mengetahuinya)[6]

3. Mendatangi Dukun, Peramal Dan Sejenisnya.

Mempercayai omong kosong, penipuan dan kedustaan dukun dan paranormal termasuk penyakit yang menjangkiti sebagian masyarakat. Dengan adanya kemajuan teknologi, seseorang tanpa sadar telah mendatangi atau membenarkan dukun (paranormal) meski tidak mendatangi tempat praktek manusia-manusia itu. Pasalnya, berbagai media massa sering kali menyediakan produk-produk mereka (para dukun) seperti zodiak (ramalan bintang), primbon biro jodoh, ramalan pekerjaan dan keberuntungan, transfer kekuatan jarak jauh dan penglaris dagangan, serta produk perdukunan lainnya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah mengecam siapapun yang mempercayai mereka dengan ancaman kekufuran, atau dengan gugurnya pahala shalat akibat menanyakan sesuatu kepada mereka sekalipun tidak mempercayainya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun dan mempercayai ucapannya, maka sungguh dia telah kufur terhadap (syariat) yang diturunkan kepada Muhammad [7]

Dalam lafazh lain, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً

Barangsiapa mendatangi peramal, kemudian dia bertanya kepadanya tentang sesuatu maka tidaklah diterima shalatnya sepanjang empat puluh hari [8]

4. Durhaka Terhadap Kedua Orang Tua, Mengungkit-Ungkit Sedekah Yang Diberikan, Mendustakan Takdir.

Pelaku tiga perbuatan ini diancam dengan gugurnya pahala amalan yang mereka kerjakan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا : عَاقٌّ، وَمَنَّانٌ، وَمُكَذِّبٌ بِالْقَدَرِ

Ada tiga golongan manusia yang Allâh tidak akan menerima dari mereka amalan wajib (fardhu), dan tidak pula amalan sunnat (nafilah) mereka pada hari Kiamat kelak; seorang yang durhaka kepada orang tuanya, seorang yang menyebut-nyebut sedekah pemberiannya, dan seorang yang mendustakan takdir [9]

5. Bergembira Atas Terbunuhnya Seorang Mukmin

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membunuh seorang Mukmin dan berharap pembunuhannya, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima darinya amalan wajib (fardhu) maupun amalan sunnat (nafilah)”.[10]

6. Mengakui Selain Ayahnya Sebagai Orang Tuanya

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mengakui selain ayahnya (sebagai orang tua nasabnya), atau mengakui selain tuannya sebagai majikan pemiliknya karena membencinya, maka baginya laknat Allâh Subhanahu wa Ta’ala, laknat para malaikat dan seluruh manusia, serta Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima amalan wajib maupun sunnahnya”.[11]

7. Melanggar Batasan-Batasan Keharaman Allâh Subhanahu Wa Ta’ala Saat Sendirian

Hal ini mungkin salah satu di antara yang dilalaikan atau bahkan diabaikan oleh banyak di kalangan kaum Muslimin. Mungkin karena mereka belum tahu atau tidak mau tahu. Padahal berdampak pada gugurnya pahala amalan. Sudah seharusnya kita waspada terhadapnya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku mengetahui banyak di kalangan umatku yang akan datang pada hari Kiamat nanti dengan berbekal kebaikan sebanyak gunung-gunung Tihâmah, namun Allâh menjadikannya bagaikan debu yang beterbangan”. Tsauban bertanya, “Wahai Rasûlullâh,, tunjukkan kepada kami sifat mereka”! Jelaskan kepada kami siapa mereka, agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa kami sadari”. Lantas Rasûlullâh menjawab, “Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian, dari jenis kalian, mereka melakukan shalat tahajud sebagaimana yang kalian lakukan, namun mereka adalah orang-orang yang apabila berada dalam kesendirian, mereka melanggar batasan keharaman-keharaman Allâh (berbuat maksiat, red) [12].

8. Bersumpah Dengan Nama Allâh Subhanahu Wa Ta’ala Dan Bersaksi Bahwa Allâh Subhanahu Wa Ta’ala Tidak Akan Mengampuni Seseorang.

Ketahuilah bahwa rahmat Allâh Azza wa Jalla sangat luas, menaungi siapapun yang Dia Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengampuni dosa apapun selain syirik, sebagai gambaran betapa besar kebaikan dan limpahan karunia dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Maka, seseorang tidak berhak menghalang-halanginya dari siapapun. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seseorang yang berkata “Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengampuni si Fulan”. Padahal Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Siapakah orangnya yang telah bersumpah atas nama-Ku (dan bersaksi) bahwa Aku tidak memberikan ampunan kepada si Fulan?!.. Sungguh Aku telah ampuni si Fulan itu dan Aku gugurkan amalmu”.[13]

Orang yang melakukan hal tersebut telah menyebabkan orang lain berputus asa dari rahmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala, dan semakin menjadikannya tenggelam dalam kemaksiatan. Maka, seorang yang menjadi penyebab tertutupnya pintu kebaikan dan terbukanya pintu keburukan berhak untuk digugurkan pahala amalannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala , sebagai balasan yang setimpal.

9. Meninggalkan Shalat Ashar

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka telah gugur amalnya”.[14]

Hadits ini memperingatkan kita agar selalu menjaga shalat lima waktu, khususnya shalat Ashar.

10. Pecandu Khamer (Minuman Keras).

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa minum khamer, tidak diterima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuninya. Jika dia mengulanginya, tidaklah diterima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuninya. Jika dia mengulanginya tidaklah diterima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuninya. Jika dia mengulangi lagi ke empat kalinya tidaklah Allâh Subhanahu wa Ta’ala menerima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menerima taubatnya, dan kelak Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan memberikannya minum dari sungai khabal”. Wahai Abu ‘Abdirrahmân, apa itu sungai khabal? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sungai (berisi) nanah penduduk neraka”.[15]

11. Kedurhakaan Isteri Kepada Suaminya

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga golongan manusia, shalat mereka tidak melampaui telinga mereka; budak yang kabur dari majikannya sampai dia kembali, seorang isteri yang melewati malam hari dalam keadaan suaminya murka kepadanya, seorang imam bagi sekelompok kaum padahal mereka membencinya”.[16]

Semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa menggugah hati kita untuk mewaspadai segala hal yang akan menggugurkan amalan kita atau mengurangi keberkahannya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XIV/1431H/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Syaikh Salîm bin Id al-Hilâli menukilnya dari kitab ar-Risâlah at-Tabûkiyyah karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dan mencantumkannya dalam kitab beliau Mubthilâtul A`mâl hlm. 7-8
[2]. Shahîh Sunan at-Tirmidzi no: 3175, Shahîh Sunan Ibnu Mâjah no: 4198
[3]. Lihat Mubthilâtul A`mâl hlm. 15-16
[4]. Lihat juga QS. al-An’âm/6: 88, at-Taubah/8:17
[5]. Lihat juga QS. al-A`râf : 147, Al-Mâidah : 5
[6]. HR. al-Bukhâri dalam al-Adabul -Mufrad (takhrij Imam al-Albâni no: 716)
[7]. Hadits shahîh. Lihat Shahîh al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 5939
[8]. HR. Muslim no: 5782
[9]. Hadits ini hasan,. Lihat Shahîh al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 3065
[10]. Shahîh Sunan Abu Dâwud no: 4270
[11]. Hadits shahîh. Lihat Shahîh al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 1794
[12]. Shahîh Sunan Ibnu Majah no: 4245
[13]. HR. Muslim no: 6624
[14]. HR. al-Bukhâri no: 553
[15]. Shahîh Sunan at-Tirmidzi no: 1862
[16]. Shahîh Sunan at-Tirmidzi no: 360

Semoga bermanfaat dan semoga kita semua yang melakukan ibadah dengan ikhlas dan sesuai tuntunan agar diterima amal ibadah kita sehingga dapat menolong kita di dunia ataupun diakhirat kelak Aamiin.

Sumber : www.almanhaj.or.id

Wassalam

Aa Ikhwan

8 thoughts on “[Islam] Mengkhawatirkan Gugurnya Pahala Amalan”
  1. kepikiran sih A, cuma ya mw gimana lg? ibadah ya ibadah aja, mw di terima mw enggak itu urusan Allah SWT, dan doa sih mudah2an selalu di terima. lg pula Allah SWT itu Maha Pemaaf kok, tapi bukan berarti seenak nya dalam beribadah dan berbuat yang tidak baik.

    1. justru kl kepikiran itu bagus, krn beralasan dan dalam artikel tsb disebutkan itulah salah satu tanda keimanan kita khawatir yang beralasan dan terus berusaha beribadah dengan ikhlas 😀

  2. Nambah dikit a, tentang penyebab rusaknya amal.
    Menentang Rasul dgn perkataan dan perbuatan.
    Berbuat bid’ah dalam agama.
    Memelihara anjing kecuali untuk menjaga ternak dan tanaman serta untuk berburu.
    Mengisolir orang mukmin tanpa alasan syari.

  3. Ooo, jadi poin nomer 3 itu buat pasiennya si eyang subur ya? Trus bagi pelaku perdukunan/sihirnya sendiri kok gak dibahas? Harusnya kan lebih parah dari nomer 3. Denger2 Kalo di arab saudi bawa kertas jimat aja bisa dipancung lho, karena dianggap tukang sihir/paranormal!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *